Tentang kebutaannya,
Fanny berkata:
"Tampaknya ini
adalah suatu anugerah Tuhan bahwa aku harus buta seumur hidup, dan aku
berterimakasih untuk hal ini. Jika kesempurnaan penglihatan duniawi ini
ditawarkan kepadaku besok, aku tidak akan menerimanya. Aku mungkin tidak akan
bisa menyanyikan himne untuk memuji Tuhan, jika aku telah tertarik pada hal-hal
yang indah yang menarik dalam diriku."
"Jika aku punya
sebuah pilihan, aku akan tetap memilih untuk tetap buta... karena ketika aku
mati, wajah pertama yang akan kulihat adalah wajah Juruselamatku."
Frances Jane Crosby lahir
di keluarga keturunan Puritan yang kuat, pada 24 Maret 1820. Saat bayi, dia
menderita infeksi mata dan dirawat oleh seorang dokter yang tidak cakap yang
mengolesi pasta panas pada kelopak matanya yang memerah dan meradang.
Infeksinya sembuh, tetapi berakibat pada matanya dan Fanny menjadi buta seumur
hidupnya. Beberapa bulan kemudian, ayah Fanny sakit dan akhirnya meninggal.
Mercy Crosby, menjadi janda pada umur 21 tahun, mencari nafkah sendiri sebagai
pembantu rumah tangga, sedangkan Fanny diasuh oleh neneknya, Eunice Crosby.
Neneknya mengajar dia
sendiri dan menjadi mata bagi gadis kecil itu, dengan bersemangat menjelaskan
tentang fisik dunia. Pengajaran yang sangat cermat dari neneknya menolong
membangun kemampuan deskriptif Fanny, dia juga memelihara rohani Fanny. Dia
membaca dan dengan cermat menjelaskan tentang Alkitab kepada Fanny dan selalu
menekankan pentingnya berdoa. Ketika Fanny tertekan karena tidak dapat belajar
seperti anak-anak yang lainnya, neneknya mengajar dia untuk berdoa kepada Tuhan
untuk diberi pengetahuan.
Pemilik rumah Crosby juga
memiliki peran penting untuk perkembangan Fanny. Ibu Hawley membantu Fanny
untuk menghafal ayat Alkitab dan gadis muda ini sering belajar lima pasal
setiap minggu. Dia tahu Kitab-kitab Taurat, Kitab Injil, Amsal, Kidung Agung,
dan beberapa inti kitab Mazmur. Dia membentuk daya ingat yang sering membuat
heran teman-temannya, tetapi Fanny percaya bahwa dia tidak berbeda dari
teman-temannya yang lain. Kebutaannya benar-benar telah memaksa dia untuk lebih
membangun daya ingatnya dan daya konsentrasinya. Kebutaan tidak pernah membuat
Fanny mengasihani diri sendiri dan dia tidak memandang kebutaan sebagai sesuatu
yang mengerikan. Pada usia 8 tahun dia mengarang ayat sederhana ini:
"Oh, what a happy
child I am, although I cannot see! I am resolved that in this world contented I
will be! How many blessings I enjoy that other people don't! So weep or sigh
because I'm blind, I cannot - nor I won't."
Pada tahun 1834 Fanny
belajar di New York Institute for the Blind (Institut New York untuk orang
buta) dan dia tahu bahwa ini adalah jawaban doanya atas pendidikan. Dia masuk
ke sekolah itu ketika dia berumur 12 tahun dan mengajar di sana selama 23
tahun. Dia menjadi seperti seorang yang terkenal di sekolah dan diminta untuk
menulis puisi-puisi di hampir setiap ada kesempatan.
Pada 5 Maret 1858, Fanny
menikahi dengan Alexander Van Alystyne, mantan murid di institut dan saat itu
mengajar di sana sebagai seorang profesor. Dia adalah salah seorang musisi yang
dianggap sebagai salah satu pemain organ terbaik di daerah New York. Fanny
sendiri adalah pemain harpa yang handal, memainkan piano, dan memiliki suara
sopran yang bagus. Meskipun sudah menjadi wanita yang lanjut usia (Fanny hidup
hingga berusia 95 tahun), Fanny masih duduk di depan piano dan memainkan
berbagai karya musik klasik dari himne sampai "ragtime". Bahkan
kadang-kadang dia juga memainkan himne tua dengan gaya jazz.
Setelah dia menikah,
Fanny meninggalkan institut dan dalam beberapa tahun dia menemukan pekerjaan
yang benar-benar dia inginkan, yaitu menulis himne. Dia membuat kesepakatan
dengan penerbit Bigelow dan Main untuk menulis tiga himne setiap minggu untuk
dipakai di publikasi sekolah minggu mereka. Kadang-kadang Fanny menulis enam
atau tujuh himne setiap hari. Meskipun Fanny dapat menulis puisi yang rumit dan
mengarang musik klasik, himne-himnenya bertujuan untuk membawa pesan Injil
kepada semua orang yang tidak mau mendengarkan khotbah. Kapan pun dia menulis
sebuah himne, dia berdoa agar Tuhan menggunakan himne tersebut untuk membawa
banyak jiwa kepada-Nya.
Pada masanya, tim
misionaris Dwight L. Moody dan Ira D.Sankey secara efektif memperkenalkan himne
Fanny Crosby's kepada orang banyak. Saat ini, beberapa dari himnenya terus
membawa banyak jiwa kepada Juruselamat mereka, baik untuk keselamatan maupun
penghiburan: "Blessed Assurance"; "All the Way My Savior Leads
Me"; "To God Be the Glory"; "Pass Me Not, O Gentle
Savior"; "Safe in the Arms of Jesus"; "Rescue the
Perishing"; "Jesus, Keep Me Near the Cross"; "I Am Thine, O
Lord"; dan masih banyak lagi lainnya.
Meskipun himne yang
ditulisnya mengalami kemunduran pada tahun-tahun terakhir, hampir sampai pada
hari kematiannya pada tahun 1915, Fanny aktif membahas pekerjaan** dan
pelayanan misi kepada penduduk miskin di Amerika. Dia mencoba membawa
orang-orang kepada Juru Selamatnya tidak hanya melalui himnenya tetapi juga
melalui kehidupan pribadinya yang baik. Apa yang terjadi ketika Fanny
meninggal? Mungkin salah satu dari himne terakhirnya ini yang paling tepat
menceritakannya:
"When
my lifework is ended and I cross the swelling tide,
When the bright and glorious morning I shall see,
I shall know my Redeemer when I reach the other side,
And His smile will be the first to welcome me.
When the bright and glorious morning I shall see,
I shall know my Redeemer when I reach the other side,
And His smile will be the first to welcome me.
I shall
know Him, I shall know Him,
And redeemed by His side I shall stand!
I shall know Him, I shall know Him
By the print of the nails in His hand."
And redeemed by His side I shall stand!
I shall know Him, I shall know Him
By the print of the nails in His hand."
Fanny Crosby kemungkinan
menjadi penulis himne terbanyak di sepanjang sejarah, ia menulis lebih dari
8.000 himne. Kurang lebih dua ratus nama pena yang berbeda diberikan untuk
karya-karyanya oleh para penerbit buku-buku himne sehingga masyarakat tidak
tahu bahwa dia telah menulis sedemikian banyaknya. Dia menulis kurang lebih
tujuh himne atau puisi dalam sehari. Pada beberapa kesempatan, ketika mendengar
sebuah lagu himne yang belum pernah dikenalnya, dia akan menanyakan tentang
pengarangnya, dan ternyata himne tersebut adalah salah satu dari karya
miliknya!
Seandainya Anda mengambil
lima belas himne dan menumpuknya satu per satu. Campurkanlah semuanya, itulah
sejumlah himne yang ditulis Fanny sepanjang hidupnya! Tentu saja, beberapa di
antaranya saat ini telah terlupakan, tetapi sebagian besar masih menjadi
favorit orang-orang Kristen di seluruh dunia. Selama hidupnya, Fanny Crosby
adalah salah satu wanita terkenal di Amerika Serikat dan seorang Kristen yang
kuat, yang warisan kesetiaannya kepada Tuhan ditunjukkan melalui himne yang
dinyanyikan sepanjang seluruh kekekalan. (t/Kristin)
Diterjemahkan
dari:
Nama
situs
|
:
|
Eaec.org
|
Judul
asli artikel
|
:
|
Fanny
Crosby
|
Penulis
|
:
|
tidak
dicantumkan
|
Alamat
URL
|
:
|
Sumber: Bio-Kristi
47